Yang Pertama soal perdukunan memang bukan cuma milik Indonesia. Yang memang tiap daerah atau Negara punya kepercayaan yang beragam sehingga upacara dan praktik ritual spiritualnya pun berbeda-beda. Doa atau mantranya berbeda, ada yang pakai tari-tarian, ada yang pakai acara kesurupan. Selalu menarik membandingkan – melihat perbedaan dan mungkin ada sedikit kesamaan – antara ritual kepercayaan di tempat lain dengan di tempat kita. Apalagi Exhuma karya Jae-hyun Jang dari Korea Selatan ini tidak hanya bicara tentang klenik pengusiran setan. Melainkan, menjadikan elemen supernatural itu sebagai titik awal penggalian historis kebangsaan mereka. Jadi bukan hanya soal ritual perdukunan yang bisa kita dibandingkan di film horor ini. Setiap daerah, setiap bangsa, punya luka – punya koreng yang jika bisa jangan sampai tergaruk kembali – yang berbeda-beda.
Pasangan dukun pengusir hantu harus bekerja sama dengan seorang pengurus jenazah dan ahli geomancer (dari film ini aku baru tahu kalo geomancer itu artinya ahli feng-shui) saat mereka menerima kerjaan dari keluarga ‘old money’ KorSel yang tinggal di Amerika. Kerjaan bukan sembarang kerjaan. Sumber masalah keluarga yang dihantui itu bisa jadi adalah si kakek buyut yang dulu dimakamkan di sebuah bukit. Jadi, empat karakter sentral kita bermaksud melakukan penyucian dengan menggali makam tersebut, dan memindahkan jenazah. Namun upacara mereka yang awalnya tampak sukses itu membawa mereka kepada masalah yang bahkan lebih misterius dan lebih membahayakan daripada sekadar arwah penasaran.
Di dalam Film EXHUMA ini mengambil latar belakang dunia modern, film memang tampak mengincar penekanan kepada perspektif masa sekarang diajak untuk kilas balik atau kembali ke masa lalu. Film ini menjelaskan untuk kita supaya melihat lebih dekat tradisi ritual keagamaan dengan benturan dari keduanya aktor dan aktris itu melalui karakter yang mereka perankan. Dimana Dukun yang tidak digambarkan secara kuno, melainkan sebagai anak generasi sekarang yang modis. Coba kalian perhatikan dari kedua peran Hwarim dan Bong-Gil, mereka bisa dibilang digolongkan ke dalam anak muda generasi sekarang yang dimana dibikin punya gaya pakaian khas masing-masing, dari semua adegan ritual yang mereka lakukan patut diacungkan jempol dari film ini. Menampilkan kesan mistis dan misterius, tapi juga tetap terasa terpukau saat melihatnya. Di film ini selain ada karakter Hwarim dan Bong-Gil, ada juga karakter tua, seperti Kim Sang Deok, si bapak ahli feng-shui, yang memang jadi karakter yang paling banyak tahu dan pemahaman terhadap posisi atau letak dimana yang menguntungkan untuk mereka dan apa yang sedang mereka tangani, film EXHUMA ini memastikan tiap karakter tetap unik dan tidak pernah menjadi hanya sekadar mencolok untuk mata. Mulai dari sudut pandang dan prinsipnya terus akan digali. Mereka akan memberikan kebiasaan yang membuatnya mencuat dan memorable. Film EXHUMA berhasil membuat empat karakter sentral tidak stereotipikal ataupun tidak terlalu archetype. Karena bahkan anggota mereka yang fungsinya untuk peringan suasana pun, diberikan aspek menarik – bahkan ada adegan yang bermain-main dengan ekspektasi kita terhadap karakternya.
Kereta Berdarah (2024)
Film ini mengangkat genre horor thriller yang pastinya mengandung cerita yang mendebarkan.
"Kereta Berdarah” mengisahkan tentang teror di sebuah gerbong kereta. Film Garapan Rizal Mantovani ini menyoroti kisah sebuah kereta yang mengangkut penumpang menuju Sangkara. Kisah berfokus pada Purnama dan sang adik yang menjadi penumpang kereta di Sangkara.
Berawal dari rencana liburan, Purnama dan adiknya justru mengalami kejadian mencekam saat menaiki sebuah kereta. Teror horor dan misterius mereka alami termasuk kejadian aneh saat gerbong kereta menghilang. Dan peristiwa lainnya juga menyebabkan nyawa penumpang turut terancam. Film ini mungkin gak kayak “Train to Busan,” Kawula Muda. Tetapi ketegangan dan ingatan lo sama film ini bisa jadi bikin lo terbayang-bayang saat naik kereta.
AGAK LAEN (2024)
Agak Laen menceritakan kisah empat pemuda Batak, Bene, Oki, Jegel, dan Boris (masing-masing diperankan dirinya sendiri). Keempat sekawan dengan latar belakang berbeda itu membutuhkan uang untuk memenuhi impian hidupnya. Ketika Bene membutuhkan uang untuk memenuhi mahar yang diminta calon mertuanya. Sementara Oki, mantan narapidana yang baru bebas dari penjara, membutuhkan uang untuk membeli obat dan makam ibunya. Jegel seorang pemuda yang gemar berjudi, membutuhkan uang untuk bebas dari kejaran penagih hutang. Sedangkan Boris, membutuhkan uang untuk membayar "orang dalam" untuk masuk sekolah tentara.
Dengan itu mereka membuka wahana rumah hantu di sebuah pasar malam, sebuah keberuntungan telah berubah dengan keempat pemuda tersebut, dengan seorang pengunjung meninggal di dalam wahana mereka. Guna untuk menutupi kejadian tersebut, mereka mengubur pria tersebut di dalam satu wahana. Rupanya arwah gentayangan si bapak itu malah benar-benar menghantui rumah hantu itu. Justru hal itu menjadikan wahana rumah hantu mereka viral karena membuat para pengunjung ketakutan. Situasi menjadi kacau, setelah pengunjung yang dikubur itu rupanya seorang calon dewan politik. Dan polisi berusaha menemukan sang calon dewan politik, membuat bisnis dan masa depan keempat muda itu terancam.
Film ini juga memiliki candaan yang mengandung pesan sosial dan pesan moral. Mulai dari calo rekrutmen orang dalam, budaya pernikahan yang melulu soal mahar, ketagihan judi, hingga isu-isu politik yang menjadi kritik keempat pemuda itu terhadap situasi saat ini.
Ghostbusters: Frozen Empire (Playing Now on Cinema)
The film starts with a great flashback setting up the enemy. Tension and mystery hang in the air like ice. There’s some great visuals frozen like a moment in time. And then this prelude is never referred to again (alright then, once, in an aside). The Ectomobile has a new cool addition, each film seems to need to add something to the vehicle to make its mark.
The film has three plot threads. The ghost storage unit is getting old and full in the basement. James Acaster (now a Ghostbuster!) is in a new facility, with a surprising amount of screentime. I can’t think of a better comedian to replace the gruff aloof comedy that Bill Murray bought to the franchise. However, Acaster doesn’t get great lines here and is actually a nod to the The Real Ghostbusters’ (so-called as there’s a Filmation cartoon called Ghostbusters) blond Egon Spengler. Actor Kumail Nanjiani, who plays Nadeem Razmaadi, the Louis Tully type character in the film, tweeted, ‘The filmmakers wanted to make a long episode of the animated series. So, if you love that show as I do, be excited.’ The Real Ghostbusters writer whose villains this films is reminiscent of, J Michael Straczynski, commented ‘Would have been nice if my phone had rung somewhere along the way.’
The third storyline is the main one, following our hero, Phoebe Spengler (McKenna Grace), with a touching and heartfelt subplot. Her brother hardly has a line. The mixture of old and new worked well. McKenna is a likeable and believable lead and the Spenglers feel like a real family. Like Afterlife there’s some nice family work with the ever-reliable Paul Rudd trying to feel where and how he fits into this family.
There is one apparent plot hole in the film. I’ll give a small clue to those that’ve seen it and see if they can mindread. Brass and her selfish use of it. Most teenage girls have access to a foundry and have been trained by the local swordsmith so know what they are doing. This is obvious, don’t know why I’m saying it. It doesn’t stop enjoyment of the film, I’m just pointing out the fact, heck your 15-year-old probably has a smelting pot in her bedroom. In a repeat story beat from the original, ex-EPA Agent and the now Major, Walter Peck, returns and does the same things he did last time, it’s even pointed out to him. Probably because the actor wanted to return so they just re-used the idea. With one or two exceptions the original cast appear. Rick Moranis left acting to be a single parent a long time ago. Sigourney Weaver doesn’t appear, but there’s a return of the Ghostbusters gatekeeper style dialogue. Dan Ackroyd, as cowriter and creator of Ghostbusters (he’s always had an interest in the supernatural) we can take for granted will be in the film. Bill Murray is quite a coup, the reason there was no Ghostbusters 3 was that he didn’t want another one. These days, he’s hard to get in touch with. He doesn’t have an agent, just an answering machine, which he listens to on a whim. Sounds like the life to me, just making a movie when he fancies it. You made all that money, why not enjoy it? Which he does stealing a stranger’s chips and saying, ‘No one will ever believe you’. Ever the prankster. He made a larger appearance than expected, with at least one funny scene. Ernie Hudson (Winston) now finances the Ghostbusters. Even the original receptionist returns as a Ghostbuster. Cameo does not appear in this film.
The film looks pretty good. I mean you don’t want them chasing a bin bag as a special effect. The cute little marshmellow men return, being delightful figures of mischief, like The Gremlins once were.
Godzilla x Kong: The New Empire (Playing Now On Cinema)
Godzilla x Kong starts as it means to go on with plenty of action and superb visual effects, plus plenty of Titan action to please most fans on the Monsterverse.
The new movie takes place mostly in Hollow Earth which looks amazing in Cinema with the Expanded Aspect Ration scenes that take us into the amazing-looking landscapes, add to that the 3D and you get the feeling that you are on the journey with the team that heads to Hollow Earth to discover where a signal is coming from and why Godzilla is heading to Hollow Earth.
Along with the returning characters Ilean Andrews (Rebecca Hall), Bernie Hayes (Brian Tyree Henry) and Jia (Kaylee Hottle) is Trapper (Dan Stevens) who I loved to watch, Stevens plays what can only be described as Titans as we first meet him as a dentist to help out Alpha Titan Kong in a scene that had me laughing loudly at.
With the Monsterverse franchise, you know what you will get with each film and Godzilla x Kong is no exception and it didn’t disappoint me from the opening scene to the end credits. The film is a non-stop roller coaster ride of action in glorious Cinema, the film does spend more time with Kong than with Godzilla but the scenes we do get with Godzilla are brilliantly done on a huge screen, then when we get the team-up of the Alpha Titans it’s all out destruction of city while they fight with one of the strongest Titans in the Monsterverse as the seats rumble with the bass from the powerful Cinema sound system you feel like you a standbyer to the carnage.
Comments
Post a Comment